PAPERS EDUCATION and Islamic

Wednesday, May 14, 2014

MEMAHAMI FUNDAMENTALISME ISLAM



            Seperti yang dituturkan oleh Karen Amstrong, salah satu fenomena yang paling mengejutkan di akhir abad ke-20 ini adalah munculnya gerakan fundamentalisme secara separatis dalam tradisi agama-agama di dunia. Fundamentalisme yang dimaksud tidak hanya terjadi dalam agama keluarga semit—Yahudi, Kristen, dan Islam—tetapi di seluruh agama-agama “formal” dunia. Fundamentalisme agama adalah keinginan kuat kembali ke ajaran fundamental agama, dan upaya mempertahankan serta menegakkan kembali “duplikasi sejarah” pada kondisi saat ini. Lebih jauh Armstrong berpendapat, fundamentalisme tidak hanya sebagai gerakan kembali ke akar, tetapi sebagai gerakan melawan modernitas yang mengakibatkan krisis multidimensi. Salah satu bukti ketragisan gerakan kaum fundamentalis, sebagaimana yang diamati oleh Amstrong, mereka biasa dan sering menembaki jamaah yang sedang shalat di Masjid, membunuh para dokter dan perawat dalam klinik aborsi, membunuh presiden, dan lainnya sebagainya.[1]
            Fundamentalisme agama dalam bentuknya yang destruktif kian menguat sebagai gejala sosial yang meneror tatanan keberagamaan masyarakat, sejak peristiwa pengeboman WTC dan Pentangon di Amerika pada tanggal 11 September 2001. Wacana ini sempat meredup dan kemudian menyala kembali akibat maraknya tragedi kemanusiaan yang didakwa kuat bermotif fundamentalisme agama sebagai biang keladinya. Seperti dalam konteks Indonesia, gelombang fundamentalisme mencapai puncaknya pada saat tragedi pengeboman di Bali yang menewaskan banyak orang. Gerakan terorisme semacam itu memang hanyalah merupakan sebagian kecil dari kelompok fundamentalisme, tetapi secara umum kelompok fundamentalisme, baik yang tidak suka dengan gerakan terorisme, juga bersikap membingungkan. Karena Mereka juga anti terhadap nilai-nilai positif masyarakat modern. Para kaum fundamentalis tidak mau dipusingkan dan sangat menolak istilah dan penerapan demokrasi, pluralisme, toleransi beragama, kebebasan berbicara dan pemisahan antara Agama dan Negara.[2] Dalam pandangan kaum fundamentalis, agama harus memegang peranan penting dalam kehidupan manusia diatas kekuasaan negara. Mau tidak mau, aturan dan norma yang telah tertuang dalam agama harus bisa diterapkan dalam konteks kehidupan bernegara secara utuh. Sehingga tidak jarang gerakan fundamentalisme, dalam tingkatnya yang tertinggi, adalah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan manusia yang sudah menapaki era globalisasi dan berpotensi memuculkan konflik dan kekerasan.
Dan yang lebih ironis, gerakan fundamentalisme, dalam pengertiannya yang disesuaikan dengan terorisme, berkembang biak secara cepat dan liar di dunia Islam. Mulai dari tragedi pengeboman WTC 11 September 2001 sampai pada pengeboman  di Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2000, ada keterlibatan kaum fundamentalis Islam. Sehingga sejak saat itulah, Islam seringkali mendapat labelisasi agama teroris dan mendapat stigma peyoratif sebagai agama penebar musibah dan malapetaka. Islam menjadi agama yang tertuduh dan kemudian muncullah sebutan-sebutan seperti muslim teroris, dan lain sebagainya. Mungkin mayoritas umat Islam sangat menolak labelisasi dan stigmatisasi semacam itu, karena memang secara kategoris, tuduhan Islam sebagai agama teroris, sebenarnya mengandung contradictio-interminis, karena sejatinya, seorang muslim bukanlah teroris. Islam sangat jelas melarang terorisme maka idealnya seorang muslim tak mungkin menjadi seorang teroris. Tapi pada faktanya, ada keterlibatan Osama Bin Laden dan kelompok Militan Islam Al-Qaeda dalam tragedi di WTC, ada Abdul Azis alias Imam Samudra, Amrozi, dan kawan-kawannya dalam pengeboman di Legian Kuta, Bali.
            Maka dari itulah, untuk menghindari ketegangan dan kesalahpahaman hubungan antara fundamentalisme atau terorisme dengan Islam tersebut, kita memang perlu memahami fundamentalisme dalam Islam. Apakah benar di dalam agama Islam ada gerakan fundamentalisme?. Faktor apa saja yang melatarbelakangi gerakan fundamentalisme?. Bagaimana sebenarnya konsep fundamentalisme yang diserukan oleh Islam dan apa perbedaannya dengan fundamentalisme dalam Agama-Agama lain?. masalah-masalah tersebut, akan coba kami ulas dalam tulisan ini. Tulisan ini akan memotret fundamentalisme Islam dan menepis tuduhan fundamentalisme Islam sebagai bentuk gerakan separatis-terorisme global yang membahayakan.
     
FUNDAMENTALISME ISLAM
            Istilah Fundamentalisme Islam seringkali disenandingkan dengan Istilah Islam teroris, Islam radikal, Islam ekstrem, Islam Militan, Islam konservatif dan lain semacamnya. Bahkan dalam hal pencitraan, para kaum fundamentalis Islam sering dikaitkan dengan pencitraan sikap yang ekstrem, kaku, kolot, stagnasi, konservatif, menolak kemajuan, suka melakukan gerakan destruksi dengan kekerasan, dan melakukan teror. Sehingga dengan adanya pencitraan semacam itu, cukup banyak umat Islam yang menghindar dari labelisasi fundamentalisme Islam.
            Berangkat dari labelisasi semacam itulah kemudian, ada yang mengatakan, seperti yang juga dituturkan oleh Dr. Muhammad Imarah, bahwa istilah fundamentalisme tidak dikenal dalam pemikiran Arab dan Islam. Fundamentalisme adalah merupakan produk pemikiran Barat yang berawal dari gerakan Kristen Protestan yang menafsirkan Injil secara literal dengan menolak penakwilan.[3] Kaum Kristen Protestan tersebut dengan lantang menyebut diri mereka sendiri sebagai “fundamentalis”.  Penyebutan itu dilakukan untuk membedakan golongan mereka dengan kaum Protestan yang lebih “liberal” yang menurut mereka telah merusak keimanan Kristen. Kaum Fundamentalis Kristen Protestan tersebut, ingin kembali ke dasar dan menekankan kembali ke aspek fundamental dari tradisi Kristen, suatu tradisi yang mereka definisikan sebagai pemberlakuan penafsiran literal-harfiah terhadap kitab suci serta penerimaan doktrin-doktrin inti Kristen tertentu.[4]
            Dalam wacana pemikiran Islam, memang kita agak sulit untuk menemukan Istilah fundamentalisme. Fundamentalisme di dalam Islam bisa diterjemahkan dengan istilah ‘ushuliyah’. Akan tetapi, antara istilah fundamentalisme dan ushuliyah memang ada semacam kontradiksi peristilahan (contradictio-interminis). Fundamentalime dalam pengertian istilahnya di Barat menekankan pentingnya pembacaan secara literal dan menolak peran dan fungsi rasio dan penggunaan metafor dalam memahami teks Injil, tetapi tidak halnya dengan istilah ushuliyah dalam pemikiran Islam yang juga begitu menghargai pengfungsian akal dalam wilayah pengkajian teks. Bahkan bisa dikatakan, semua corak madzhab pemikiran dalam Islam, baik dalam bidang fikih dan teologi, semuanya menggunakan akal walaupun memang kadar penggunaannya berbeda-beda dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits.
            Oleh karena, fundamentalisme tidak bisa disederhanakan pengertiannya yang hanya terpaku pada kelompok yang membaca teks secara literer. Karena, sebagaimana yang dituturkan oleh Karen Amstrong, fundamentalisme dalam Agama-Agama memiliki corak, hukum dan dinamikanya sendiri-sendiri yang berbeda sata sama lainnya.[5] Sehingga fundamentalisme tidak bisa digeneralkan pengertiannya dalam satu frame pengertian.
            Stigmatisasi gerakan dan istilah fundamentalisme Islam, terutama oleh penulis Barat, dirujukkan pada gerakan kebangkitan Islam Kontemporer, seperti gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna, atau Kelompok Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden dan gerakan kebangkitan Islam kontemporer lainnya. Kelompok-kelompok itulah yang oleh kalangan Barat dikatakan sebagai kelompok fundamentalis dalam Islam. Mungkin saja proses pengelompokkan yang dilakukan oleh kalangan pemikir Barat terhadap kelompok tersebut, tidak terlepas dari sepak terjang kelompok tersebut yang ingin kembali melakukan gerakan revivalisme ajaran Islam dalam kehidupan manusia.
            Artinya, bisa disederhanakan pengertian fundamentalisme secara umum, baik dalam dunia Islam maupun Kristen, seperti yang disimpulkan oleh Roger Geraudy, bahwa suatu kelompok bisa dianggap fundamentalis bila mengandung tiga unsur dasar fundamentalisme, yaitu ; pertama, stagnasi. Biasanya mereka menolak menyesuaikan diri dengan perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi dalam kehidupan. Kedua, konservatif, yaitu kembali ke masa lalu dan menisbatkan diri kepada warisan lama. Ketiga, tidak toleran.[6]
            Dengan berpijak pada unsur-unsur dasar fundamentalisme yang dibuat oleh Geraudy, Zuhairi Misrawi dengan analogi yang cukup menarik pernah mengelompokkan aksi fundamentalisme ini ke dalam tiga kubu. Pertama, fundamentalis radikal yaitu mereka yang gemar mempraktikkan kekerasan dengan dalih agama. Kedua, fundamentalis politik yakni mereka yang menjadikan doktrin agama sebagai dasar politik. Sedangkan ketiga adalah fundamentalis moderat yaitu kaum taat beragama yang menerima dan sudi berdamai dengan perkembangan modernitas.[7]
            Oleh karenanya, fundamentalisme Islam sebenarnya lebih pas di katakatakan Islamis ketimbang diberi cap fundamentalis. Karena fundamentalis Islam masih menerima dengan perkembangan modernitas, walaupun pada satu sisi tetap mendesakkan penerapan ajaran Islam secara formal dalam kehidupan praktis. Hal itulah mungkin yang membedakan antara fundamentalisme dalam Islam dengan fundamentalisme Kristen atau Barat. Wallahu ‘alam bis ash-shawab.Ò


[1] Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan : Fundamentalisme dalam Islam, Kristen, dan Yahudi, terj. Satrio Wahono, dkk., (Jakarta : Serambi bekerja sama dengan Mizan, 2001), h. ix
[2] Ibid., h. ix
[3] Fundamentalisme di dunia Barat yang terjadi pada Kristen Protestan, mengimani kembalinya Almasih A.S. secara fisik dan materi ke dunia untuk yang kedua kalinya, guna mengatur dunia ini, seribu tahun sebelum datangnya hari perhitungan manusia. Lihat Dr. Muhammad Imarah, Fundamentalisme Dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), h. 10
[4] Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan…Op.Cit., h. x-xi
[5] Karen Amstring, Berperang Demi Tuhan…Op.Cit., h. xi
[6] Roger Geraudy, Al-Ushuliyatul Muashirah : Asbabuha wa Mazhahiruha, (Paris : Dar Alam al-Fann, 1992), h. 13 sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Muhammad Imarah, Fundamentalisme…op.cit., h. 26
[7] Lihat M. Ali Hisyam, Paras Kasar Fundamentalisme Agama, dalam situs www.islamlib.com

No comments:

Post a Comment

Terimakasih anda telah sudi mampir di sini.

"HANYALAH SANDIWARA" (catatan panjang dari sebuah konklusi yang hilang)

Disadari atau tidak, kita adalah pemain sandiwara didunia fana ini. Setiap kita memerankan diri kita sesuai dengan skenario / cerita yang...