BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah mendorong kemajuan di semua bidang kehidupan, termasuk kemajuan dalam
bidang teknologi informasi. Hal ini, telah membuka kesempatan bagi umat manusia
untuk mengakses semua informasi global, yang mengakibatkan terjadinya gejala
dunia tanpa batas (bordless world). Peristiwa yang tejadi disuatu
belahan dunia, dapat dengan mudah dan cepat diketahui oleh masyarakat di bagian
dunia lainnya. Demikian juga dengan masalah kesetaraan gender.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat
menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi
pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara
kebudayaan manusia tersebut untuk mengenali, menghargai, dan memanfaatkan
sumber daya manusia, dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang
diberikan kepada anggota masyarakat, yaitu kepada peserta didik.
Mengingat belajar adalah proses bagi peserta
didik dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar
hendaknya memberikan kesempatan kepada peserta didik antara laki-laki dan
perempuan, untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dua
tujuan. Pertama, sebagai hamba-Nya yang selalu taat menjalankan semua
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, sebagai khalifah dimuka bumi
yang mampu memimpin mulai dari dirinya sendiri, orang lain, hingga bangsa
ataupun dunia. Dalam kapasitas sebagai hamba dan khalifah tidak ada
diskriminasi bagi laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama mempunyai potensi.
Pendidikan merupakan kata kunci yang menjadi
elemen penting dalam kehidupan masyarakat. Azyumardi Azra mendefinisikan
pendidikan sebagai “suatu proses belajar dan penyesuaian setiap individu secara
terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat.”[1]
Qasim Amin, seorang pembaharu Mesir meletakkan pendidikan sebagai “isu utama
gerakannya”,[2]
karena menurutnya pendidikan merupakan salah satu pintu untuk melakukan perubahan.
Telah banyak tokoh pendidikan di Indonesia
seperti Mahmud Yunus, Zainuddin Labai El Yunusi, H. A. R. Tilaar, Mastuhu, Arif
Rahman dan Azyumardi Azra, yang berbicara mengenai pendidikan perempuan di
Indonesia. Sedangkan tokoh pendidikan yang berbicara dan memperjuangkan
pendidikan perempuan antara lain Rahman El Yunusiah, R. A. Kartini, dan Dewi
Sartika, selain itu ada yang memperjuangkan melalui organisasi masyarakat
Islam, seperti Nyai Ahmad Dahlan, dan Nyai Sholihah Wahid Hasyim.
Begitu banyak penelitian, seminar, tentang
pendidikan perempuan di Indonesia, diduga bahwa “budaya dan interpretasi agama
sepertinya menjadi salah satu halangan terbesar bagi progresivitas perempuan.”[3]
Hal ini sangatlah beralasan, apabila melihat suatu kenyataan, dan mengingat sejarah
pada zaman dahulu bahwasannya masyarakat kita yang patriarkis telah melakukan
domestikasi perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Berabad-abad perempuan
diposisiskan pada sebuah citra baku yaitu masak (memasak), macak (bersoleh),
dan manak (melahirkan), dalam hal ini biasa didengar dengan singkatan 3M.
Perempuan merupakan kata yang identik dengan
kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Perempuan sebagai sosok yang sangat
istimewa, karena keistimewaan perempuan itulah maka perbincangan tentang
perempuan tidak akan pernah habis untuk dibahas. Perempuan kata sebagian orang
adalah keajaiban kedelapan setelah tujuh keajaiban dunia. Sejak keberadaannya,
pembahasan soal perempuan telah menghabiskan berjuta-juta lembar kertas kerja
dan jurnal, dari tulisan yang paling ringan semacam novel, sampai kajian yang
serius dimeja seminar. Itulah gambaran tentang perempuan.
Zaman berubah, musim berganti. Abad keduapuluh
datang dicirikan dengan bangkitnya semangat pengkajian terhadap eksistensi
perempuan. Tuntutan-tuntutan berubah sebagai akibat dikenalnya istilah yang
belakang hari terus berkembang, yaitu emansipasi perempuan. Gerakan perempuan
awalnya bertolak pada kesetaraan pendapatan dalam dunia kerja antara laki-laki
dan perempuan. Selanjutnya, gerakan emansipasi yang mengusung isu gender ini
tidak liput merambat dalam bidang politik.
Banyak diketahui bahwa perempuan kurang
terimplementasikan dalam parlemen dalam hampir semua negara di dunia. Terlepas
dari progresivitas pendidikan mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Miki
Caul, “perempuan dalam parlemen rata-rata hanya mencapai 12% dari keseluruahan
anggota parlemen.”[4]
Prosentase perempuan di DPR/MPR, demikian pula prosentase perempuan di daerah juga
tidak kalah sedikit. Ini bisa mengacu pada terfokusnya isu feminisme di daerah kota
terutama wilayah ibu kota negara, yang bisa menjadi bahaya tersendiri dari diberlakukannya
disentralisasi. Tanpa bermaksud mengatakan bahwa disentralisasi cenderung
memiliki efek negatif, isu gender dalam disentralisasi perlu lebih ditekankan
dan dijadikan agenda tersendiri.
Gender sebagai pembagian fungsi sosial bukanlah
persoalan selama menimbulkan keadilan sosial. Pada masa masyarakat
pra-primitif, umpamanya, pada saat itu para antropolog mensinyalir telah
terciptanya keadilan sosial dan kesetaraan gender. Menurut riset para
antropolog pada babak masyarakat pra-primitif yang dikenal sebagai masyarakat
liar (savage society), sekitar satu juta tahun yang lalu, sistem
masyarakat saat itu menganut pola keibuan (material system). Perempuan lebih
dominan dalam pembentukan suku dan ikatan keluarga. Menurut para antropolog, “pada
babak ini terjadinya keadilan sosial dan kesetaraan gender.”[5]
Perempuan dan laki-laki berasal dari unsur yang
sama yaitu tanah, yang berarti perempuan dan laki-laki itu setara tidak ada
kelebihan yang satu dengan yang lain. Dari segi asal kejadian, namun
bagaimanapun juga antara keduanya itu tetap ada perbedaan yang mendesak. Baik
dari segi fisik maupun mental, tetapi perbedaan itu hanya sekedar untuk
membedakan kelompok masing-masing, tidak menunjukan satu lebih mulia dari yang
lain atau satu yang berkuasa atas yang lainnya. “Rasional dan logis merupakan
ciri maskulin, realistis dan pragmatis merupakan ciri feminim.”[6]
Dalam suatu pengambilan keputusan membutuhkan adanya suatu pendekatan
diantaranya teori dan kajian empirik untuk memberi adanya suatu pertimbangan
objektif, inovatif, dan intuitif yang disertai adanya suatu keterlibatan
emosional.
Masyarakat Kec. Kresek Balaraja, Peranan
laki-laki dalam lapangan pekerjaan serta kegiatannya adalah diluar rumah.
Sementara peranan perempua dalam lapangan pekerjaan dan kegiatannya adalah di
dalam rumah. Dengan demikian, masing-masing mempunyai peranan dan tugas sendiri
sesuai dengan pembawaan dan naluri yang telah digariskan Allah ta’ala. “Bila
laki-laki bertugas untuk memproduksi materi dan pengelolaannya maka perempuan
memproduksi generasi manusia itu sendiri dan mendidiknya.”[7]
Di sini tampak betapa pentingnya peranan dan
pengaruh perempuan terhadap generasi mendatang. Rasulullah SAW telah memberikan
kabar gembira bahwa orang yang mendidik dua orang anak gadis dengan pendidikan
Islam ia akan mendapatkan surga, anak gadis sekarang adalah ibu rumah tangga di
masa mendatang. Perempuan yang dapat mengendalikan buaian dengan tangan
kanannya, ia akan dapat mengendalikan dunia dengan tangan kirinya, ketika ia
melahirkan para pemimpin, ahli pikir, reformasi akidah umat dan pahlawan
kebenaran yang dibanggakan umat.
“Sektor yang paling strategis untuk
memperjuangkan kesetaraan gender adalah sektor pendidikan.”[8]
Alasan yang paling sederhana adalah pada dunia modern seperti sekarang ini,
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang paling menonjol adalah
perbedaan kemampuan intelektualnya. Di mana konsep “mencari nafkah” telah
berubah makna dan dapat disederhanakan menjadi “mencari uang”, dan segala
keperluan sandang, pangan, dan perumahan dapat ditukar dengan uang.
Dalam kehidupan sekarang ini, soal mencari atau
mendapatkan uang, boleh jadi kaum perempuan lebih efektif. Apabila tingkat
pendidikan antara laki-laki dan perempuan sudah setara, maka tidak ada lagi
alasan untuk membedakan laki-laki dan perempuan.
Kedudukan perempuan tidak dibatasi dalam
mengatualisasikan dirinya hanya pada sektor “dapur, sumur, dan kasur”’ saja,
tetapi ia juga dapat membantu suaminya mencari nafkah dan mengurus rumah
tangganya terutama pendidikan anak-anaknya, dan juga dituntut untuk dapat ikut
ambil bagian dalam perkembangan masyarakat dan pembangunan negaranya. Seperti
dalam pandangan gender bahwa perempuan dalam mengaktualisasikan dirinya tidak
dibatasi dan dibedakan dengan laki-laki.
Laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur
yang sama, karena yang membedakan posisi dan kedudukan perempuan dari kaum
laki-laki adalah bentuk budaya atau lingkungan masyarakat tertentu. Seperti
yang diungkapkan dalam buku Siti Musda Mulya yang berjudul Keadilan dan
Kesetaraan Gender Perspektif Islam, bahwa gender adalah seperangkat sikap,
peran,tanggung jawab, tugas, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki
dan perempuan. Akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia
itu tumbuh dan dibesarkan, jadi gender adalah suatu konsep yang mengacu pada
peranan-peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai perubahan zaman dengan perbuatan
gender, maka melahirkan peran sosial.
Adanya kodrat bagi perempuan sering digunakan
untuk mengecilkan peran sosial perempuan dalam masyarakat. Istilah ini terus
digunakan di dalam masyarakat sampai saat ini. Adanya kesimpulan bahwa
laki-laki dan perempuan secara genetik berbeda, tanpa memberikan penjelasan
secara tuntas. Maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan legitimasi terhadap
realitas sosial yang menempatkan perempuan dalam anggapan sebagai jenis kelamin
kedua (the second sex). “Pandangan menganaktirikan terhadap kodrat
perempuan seringkali dihubungkan dengan norma Agama.”[9]
Dalam pranata sosial yang berkembang, pemahaman
tentang kodrat bahwasannya laki-laki diatas perempuan. Secara khusus perempuan
lebih banyak bersifat pelarangan-pelarangan atau pembedaan peran sosial-budaya
perempuan. “Perbedaan peran budaya ini biasanya diistilahkan dengan beban
gender (gender assegment).”[10]
Apabila kesetaraan dalam bidang pendidikan
telah tercapai, kemudian di dalam keluarga masih terjadi hubungan patriarhi,
maka tidak perlu dipersoalkan. Hubungan patriarhi yang membagi dan membedakan
tugas perempuan dan laki-laki di dalam kehidupan keluarga, tidaklah perlu
dipermasalahkan apabila kondisi tersebut merupakan pilihan keluarga dan tidak
merugikan perempuan.
Hal yang perlu diwaspadai adalah efek negatif
dari hubungan patriarhi yang telah mengubah konsep “perlindungan” menjadi “penguasaan
laki-laki” terhadap perempuan. Efek negatif inilah yang perlu dipermasalahkan
dan dicegah, diantaranya melalui kesetaraan pendidikan dan perlindungan hukum
bagi perempuan.
Hal yang sering dipermasalahkan oleh kaum
perempuan adalah apabila penguasaan laki-laki terhadap perempuan kemudian
berubah menjadi sebuah penindasan, penyelewengan dari konsep hubungan patriarhi
seperti ini yang sangat merugikan kaum perempuan.
Sudah berabad-abad masalah perempuan diupayakan
untuk diselesaikan. Tetapi, tampaknya perjalanan untuk mewujudkan solusi itu
masih jauh. Upaya peningkatan pengetahuan perempuan melalui pendidikan khusus
perempuan sudah dilakukan oleh berbagai pihak. Namun, upaya itu belum mencapai
hasil dan tahap ideal. Dalam proses pembelajaran masih saja perempuan dan
laki-laki dibedakan, baik dalam materi pembelajaran, tehnik penyampaian, sistem
pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, serta tentang proses manajemen
pendidikan dalam sekolah.
Hal ini yang pernah ada pada sekolah Kec.
Kresek Balaraja. Berdasarkan pemikiran latar belakang di atas, penulis tertarik
untuk mengetahui proses pendidikan pada sekolah menengah di daerah Kec. Kresek Balaraja
yang berkesetaraan gender. Penulis akan melakukan penelitian dan menulisnya
dalam sebuah skripsi yang berjudul “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM
PENDIDIKAN DI SEKOLAH-SEKOLAH MENENGAH KEC. KRESEK BALARAJA BANTEN.”
B.
Identifikasi Masalah
1. Profil
gender pada pendidikan menengah di Kec. Kresek Balaraja dilihat dari komponen
pengawasan, kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan siswa berdasarkan
kesetaraan gender!
2. Profil
manajemen pendidikan di berbagai lembaga pendidikan Kec. Kresek Balaraja
berkesetaraan gender!
3. Penyelenggaraan
manajemen pendidikan pada jenjang pendidikan menengah berkesetaraan gender!
4. Proses
kesetaraan gender pada sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja!
5. Penerapan
kesetaraan gender dalam proses penyelenggaraan manajemen pendidikan di sekolah
menengah Kec. Kresek Balaraja!
6. Penerapan
kesetaraan gender dalam proses pembelajaran di sekolah menengah Kec. Kresek
Balaraja!
C.
Pembatasan Masalah
Dengan judul Aplikasi Kesetaraan Gender dalam
Pendidikan di Kec. Kresek Balaraja yang memiliki ruang lingkup pembahasan yang
sangat luas, maka untuk memperjelas dan mempermudah pokok bahasan dalam
penelitian, penulis membatasi masalah pada penerapan kesetaraan gender dalam
proses pembelajaran dan penyelenggaraan menejemen pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah dilihat dari kesetaraan gender.
Proses pembelajaran yang dimaksudkan dilihat
dari materi pembelajaran, tehnik penyampaian pembelajaran, sistem pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan penyelenggaraan menejemen pendidikan
jenjang pendidikan menengah mencakup manajemen dilingkungan sekolah dan profil
pendidikan berkesetaraan gender pada 12 sekolah menengah di Kec. Kresek
Balaraja.
D.
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana
pelaksanaan kesetaraan gender dalam pendidikan di sekolah-sekolah menengah Kec.
Kresek Balaraja dilihat dari; materi pembelajaran, tehnik penyampaian dan
proses pembelajaran, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran?
2. Bagaimana
manajemen pendidikan di sekolah, dan profil pendidikan berdasarkan gender pada
sekolah-sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja?
E.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini untuk menambah
wawasan pengetahuan penulis, tentang kesetaraan gender dalam proses pendidikan
dan juga tentang proses manajemen pendidikan yang berkesetaraan gender, serta
sebagai bahan dalam penenlitian yang akan datang, karena menurut penulis dalam
penelitian kesetaraan gender itu sangatlah penting bagi kehidupan sekarang dan
yang akan datang.
G.
Sistematika Penulisan
Bab I, Pendahuluan yang menguraikan tentang
Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan
Masalah, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, Kajian Teori yang menguraikan tentang
Pengertian Gender dan Kesetaraan Gender, Aplikasi Kesetaraan Gender Dalam
Pendidikan, Landasan Teori Studi Gender, Landasan Hukum Gender, Prinsip
Kesetaraan Gender meliputi; Prinsip Kesetaraan Gender dalam Ajaran Islam, dan
Prinsip Kesetaraan Gender dalam Ajaran Kristiani. dan Fungsi dan Relasi
Keberadaan Gender. Pendidikan meliputi; Pengertian Pendidikan, dan Tujuan
Pendidikan. Kebijakan Pendidikan dalam Kesetaraan Gender. Gender Mainstreaming
meliputi; Pengertian Gender Maistreaming, dan Faktor-faktor Pendukung Gender
Mainstreaming. Kerangka Berpikir
Bab III, Metodologi Penelitian yang meliputi:
Tujuan Penelitian, Desain Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Populasi dan
Sampel, Jenis Penelitian, Tehnik Pengumpulan Data, Variabel Penelitian, dan
Kisi-Kisi Instrumen.
Bab IV, Hasil Penelitian yang meliputi;
Gambaran Umum Obyek Penelitian, Pembelajaran Pendidikan Berspektif Gender yang
meliputi; Proses Pembelajaran, dan Proses Pengelolaan Manajemen Kesiswaan
Berspektif Gender, Analisis Kesetaraan Gender dalam Pendidikan dan Profil
Manajemen di Sekolah-sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja yang meliputi;
Kesetaraan Gender dalam Pendidikan, dan Profil Manajemen.
Bab V,
Penutup yang meliputi; Kesimpulan, dan Saran-saran
JIKA ANDA MEMBUTUHKAN FILE LENGKAPNYA, SILAHKAN
HUBUNGI KAMI LEWAT EMAIL:
fatkhalla.spdi@gmail.com
[1] Azyumardi
Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998), Cet ke-1. h, 4
[2] Ala’i
Najib, Yang Luput: Pendidikan Perempuan, Swara Rahima No. 7, (Maret
2003), h. 16, 18
[3] Nurul
Azkiyah, Keterkaitan Pendidikan Formal Perempuan dan Dunia Pembangunan, dalam
jurnal perempuan No. 23, Tahun 2002,. hal. 15
[4] Miki
Caul, Womens Representation In-Parlement:The Rok of Political Pasties, Party
Politics, (London: Sage Publication, 1999), Vol, 5, No. 1, hal. 79-98
[5] Evelyn
Reed, Women’s Evolutions From Matrialchal Clenro Patrialchal Family
[6] A. Nunuk
P. Murniah, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya,
dan Keluarga, (Magelang: IndonesiaTera, 2004), Cet ke-2, h. 57
[7] Muhammad
Al-khalaf, Pengaruh Wanita terhadap generasi kini dan esok, (Jakarta:
CV. Firdaus, 1992), Cet ke-1, h. 1
[8] Ace
Suryadi, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan, (Bandung: PT Genesindo,
2004), Cet ke-1. h, i
[9] Nasaruddin
Umar, Kodrat Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender,
1999), Cet ke-1, h. 2
[10] Ibid,
h. 8
No comments:
Post a Comment
Terimakasih anda telah sudi mampir di sini.