PAPERS EDUCATION and Islamic

Friday, April 29, 2016

"HANYALAH SANDIWARA" (catatan panjang dari sebuah konklusi yang hilang)

Disadari atau tidak, kita adalah pemain sandiwara didunia fana ini. Setiap kita memerankan diri kita sesuai dengan skenario / cerita yang telah ditentukan oleh Sang Sutradara (Allah Rabbul’alamien). Apa dan bagaimana jalan ceritanya / perjalanan hidup kita sudah tertulis dengan baik dalam skenario-Nya (takdir). Sebagai pemain (khalifah fil ard) tentunya kita harus tunduk dan patuh terhadap kehendak-Nya, karena tidak mungkin Sang Sutradara memberi peran yang tidak akan mampu kita kerjakan, begitu pun dengan cobaan yang kita terima akan disesuaikan dengan kemampuan diri kita.
Sejak sandiwara ini dipentaskan (sejak Adam) dan sejak kita diberi peran (sejak dilahirkan), tidak ada satu pun peran yang kita mainkan menyimpang dari fitrah kita sebagai makhluk bertuhan, karenanya, jalani saja setiap apa (tugas) yang telah diberikan Sang Sutradara kepada kita dan kalau perlu jadilah aktris terbaik yang akan dinobatkan sebagai peraih “award” diatas award yang telah diraih oleh aktris / aktor terbaik di negeri ini.
Untuk itu kita harus meneladani apa yang telah dicontohkan (baik dalam berakting, berbicara, bersikap maupun lainnya) oleh aktor terbaik dalam sandiwara ini (dialah Muhammad SAW), agar kita juga dapat atau setidak-tidaknya mampu berbuat yang terbaik sebagai aktor / aktris pengganti dari keberadaannya.
Sebagai pemain, salamanya kita tidak akan tahu apa kemauan Sang Sutradara, begitu pula dengan peran yang kita jalankan, kita juga tidak tahu kapan dan dalam episode yang keberapa sandiwara ini akan mencapai tahapan “the end” (tamat).
Sulit memang…..!, untuk menjadi aktor maupun aktris terbaik memerlukan pengorbanan, ketabahan dan kebulatan hati, karenanya sangat diperlukan adanya pengenalan diri, siapa diri kita dan apa tugas kita dalam sandiwara ini. Bila hal ini sudah kita capai, tidak menutup kemungkinan kita akan terpilih sebagai aktor maupun aktris terbaik yang akan memperoleh award, yaitu penghargaan tertinggi atas apa yang telah kita mainkan.
Selama ini (sebatas apa yang penulis ketahui), banyak diantara kita (para pemain sandiwara) yang kurang memahami tantang peran yang harus dijalankan dalam sandiwara ini, sehingga cenderung (memiliki tendensi) hanya berleha-leha dan mengabaikan peran penting yang seharusnya dikerjakan. Padahal Sang Sutradara telah memberi jaminan “barang siapa terpih menjadi aktor maupun aktris terbaik atau setidak-tidaknya mendekati (karena memang tidak mungkin untuk menjadi yang terbaik), ia akan memperoleh perhargaan tertinggi melebihi tingginya penghargaan yang telah diberikan kepada pemain sebelumnya (umat sebelum Nabi Muhammad SAW)”. Oleh karena itu, pahamilah apa sebenarnya peran kita dalam sandiwara ini, sehingga kita dapat berbuat yang terbaik untuk-Nya.
Setiap sandiwara pastilah mempunyai tujuan akhir yang ingin dicapai dan hal ini harus melalui klimaks dan anti klimaks, begitupun dengan sandiwara yang disutradarai oleh al-Khaliq juga memiliki tujuan akhir yang ingin dicapai, yang juga harus melalui klimaks dan anti klimaks. Anti klimaks terjadi / dimulai sejak kita dilahirkan sampai kita menginjak usia baligh, dimana kita tidak mempunyai tanggung jawab terhadap peran yang dijalankan, sedangkan klimaksnya terjadi sejak kita baligh sampai peran yang kita jalankan mencapai tahapan “the end” (mati / tamat). Mengapa demikian ?, karena sejak saat itu (sejak kita baligh) peran yang kita jalankan akan dinilai / dievaluasi dan akan dimintai pertanggung-jawaban. Dan tujuan akhirnya adalah terpilihnya kita sebagai aktor maupun aktris terbaik yang akan memperoleh kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Begitu uniknya sandiwara ini sampai-sampai diantara kita banyak yang gagal dalam menjalankan perannya, karena sandiwara ini tidak berjalan begitu saja, tetapi melalui aturan-aturan yang telah ditetapkan (al-Qur’an dan al-Hadist). Dalam aturan-aturan itu (sejak awal diturunkannya), Sang Sutradara telah mewanti-wanti (memberi pesan) agar kita mempergunakan akan dan hati dalam menjalankannya, karena akal saja tidak cukup untuk mencapai suatu hakikat / kebenaran tanpa bantuan hati, begitu pun sebaliknya, hati saja tidak akan mampu mencerna apa yang diamanatkan Sang Sutradara tanpa bantuan akal. Karenanya, gunakanlah akal dan hatimu secara bersamaan dalam menjalankan peran yang telah ditugaskan, agar terwujud  suatu keseimbangan (dwi dimensi) dalam mencapai hakikat hidup dan kehidupan, serta cerminan terpilihnya diri sebagai peraih penghargaan yang diidam-idamkan, yaitu kebahagiaan hidup didunia dan akhirat secara berkesinambungan.
Akhirnya …… anda mau pilih yang mana ???


Catatan Akhir
Buku Harianku


Exit

PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (Life Skills), QUANTUM LEARNING & QUANTUM TEACHING

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) sebenarnya bukan merupakan hal baru bagi dunia pesantren, sebab sejak dahulu jenis pendidikan ini memang sudah menjadi andalan bagi pesantren. Namun, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada era global ini, pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan secara tradisional dilingkungan pesantren perlu mendapatkan sentuhan teoritis dan teknis, sehingga para alumni pesantren dalam era global ini mampu bersaing dengan para alumni lembaga pendidikan lainnya dalam berebut lapangan pekerjaan yang semakin lama semakin ketat.
Secara umum dapat dikemukakan, tujuan dari penyelenggaraan kecakapan hidup (life skills) dilingkungan pesantren adalah untuk membantu peserta didik (para santri) mengembangkan kemampuan berfikir, menghilangkan pola pikir / kebiasaan yang kurang tepat, dan mengembangkan potensi diri agar dapat memecahkan problema kehidupan secara konstruktif, inovatif dan kreatif sehingga dapat menghadapi realitas kehidupan dengan bahagia, baik secara lahiriyah maupun batiniah.
Pola pelaksanaan life skills ini dapat bervariasi, namun perlu diingat bahwa pendidikan kecakapan hidup (life skills) harus akrab lingkungan dan fungsional. Artinya life skills tersebut harus disesuaikan dengan kondisi santri dan lingkungannya serta memenuhi prinsip-prinsip umum pendidikan yang ada.
a. Prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup (life skills)
Prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang dimaksudkan adalah mencakup hal-hal berikut:
1. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) hendaknya tidak mengubah sistem pendidikan yang telah berlaku.
2. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) tidak harus mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum untuk diorientasikan pada kecakapan hidup.
3. Etika sosio-religius bangsa tidak boleh dikorbankan dalam pendidikan kecakapan hidup (life skills), melainkan justru sedapat mungkin diintegrasikan dalam proses pendidikan.
4. Pembelajaran kecakapan hidup (life skills) menggunakan prinsip learning to know ( belajar untuk mengetahui sesuatu), learnng to do (belajar untuk mengerjakan sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi jati dirinya sendiri), dan learning to life together atau belajar untuk hidup bersama.
5. Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup (life skills) di pesantren hendaknya menerapkan menejemen berbasis pesantren.
6. Potensi daerah sekitar pesantren dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pedidikan kecakapan hidup (life skills) di pesantren, sesuai dengan pendidikan kontekstual (contextual teaching and learning / CTL) dan pendidikan berbasis luas (Broad Based Education).
7. Paradigma learning to life  (belajar untuk hidup) dan learning to work (belajar untuk bekerja) dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan kebutuhan nyata para peserta didik (santri).
8. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup (life skills) diarahkan agar peserta didik atau santri : (a) menuju hidup yang sehat dan berkualitas, (b) mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan ketrampilan yang luas, serta (c) memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak. (diadaptasikan dari Najid, 2003).
b. Orientasi pendidikan kecakapan hidup (life skills)
Orientasi pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dilingkungan pesantren dapat difokuskan pada kecakapan-kecakapan sebagai berikut:
1. Kecakapan personal (self awarness). Kecakapan ini meliputi unsure-unsur berikut:
a. Kesadaran siapa diri saya, antara lain mencakup: keimanan sebagai makhluk Tuhan YME, pengembangan karakter diri dan belajar memelihara lingkungan.
b. Kesadaran akan potensi diri, antara lain meliputi: belajar menolong diri sendiri, menumbuhkan kepercayaan diri dan tidak cengeng melalui berbagai kegiatan, mengenal fungsi anggota tubuh dan cara mengoptimalkannya, seperti memfungsikan kedua tangan untuk bekerja.
2. Kecakapan berfikir rasional (thinking skills). Kecakapan ini mencakup:
a. Kecakapan menggali informasi.
b. Kecakapan mengolah informasi.
c. Kecakapan mengambil keputusan, dan
d. Kecakapan memecahkan masalah.
3. Kecakapan social (social skills). Kecakapan ini meliputi:
a.  Kecakapan komunikasi dengan empati, antara lain dapat dikembangkan melalui bercerita, mendengarkan orang lain, menuangkan gagasan melalui tulisan, gambar dan sebagainya.
b. Kecakapan bekerjasama, dapat dikembangkan melalui kerja kelompok, menjadi anggota kelompok dan pimpinan kelompok, bergotong-royong membersihkan ruangan, halaman dan lingkungan pesantren, dan sebagainya.
4. Kecakapan pra-vokasional (pre-vocational skills). Unsur kecakapan ini antara lain meliputi:
a. Koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, antara lain dikembangkan melalui: menggambar, menulis, melempar, bermain, menangkap bola, dan sebagainya.
b. Keterampilan lokomotor, dapat dikembangkan antara lain melalui: berjalan, berbaris, lari, melompat, merayap dan sebagainya.
c. Keterampilan non-lokomotor, dapat dikembangkan antara lain melalui berbagai gerakan tubuh, senam dan sebagainya.
5. Keterampilan keahlian khusus, yaitu keterampilan dalam pengalaman satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu, yang nantinya akan menjadi keterampilan siap pakai dalam kehidupan di masyarakat. Pemilihan keterampilan ini harus akrap lingkungan dan fungsional.

Multiple Intelligence

Dalam era global dimana persaingan demikian ketat perlu diantisipasi secara baik oleh pesantren dengan pengembangan sistem pembelajaran yang tepat, yaitu sistem pembelajaran yang dapat memberi peluang pengem-bangan berbagai potensi yang dimiliki manusia secara optimal. Sistem pendekatan pembelajaran tradisional yang banyak dianut oleh berbagai lembaga pendidikan selama ini yang mengandalkan intelegensi tunggal (IQ) tidak lagi relevan dengan tuntutan perkembangan zaman. Sistem pendekatan pembelajaran yang demikian itu kurang memberdayakan semua potensi yang dimiliki individu, sehingga membuat perkembangan individu tidak berimbang. Pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodasikan berbagai potensi yang dimiliki individu lazim disebut sebagai pemanfaatan intelegensi majemuk (multiple intelligence).
Pemanfaatan intelegensi majemuk (multiple intelligence) memberikan peluang keberhasilan yang lebih besar bagi individu. Sebab ada kemungkinan individu memiliki kemampuan rendah pada salah satu intelegensinya, tapi intelegensi yang lain cukup tinggi, sehingga pendidikan dapat difokuskan pada intelegensi yang potensial tersebut, intelegensi majemuk (multiple intelligence), menurut Garner (1998) terdiri dari 7 unsur, yaitu: (1) kecerdasan musik, (2) kecerdasan gerakan badan, (3) kecerdasan logika-matematika, (4) kecerdasan linguistik, (5) kecerdasan ruang, (6) kecerdasan antar pribadi, dan (7) kecerdasan intra pribadi. Sedangkan menurut De Porter (1999) kecerdasan majemuk mencakup unsur-unsur: (1) kecerdasan linguistik, (2) kecerdasan matematika, (3) kecerdasa visual / spasial, (4) kecerdasa kinestetik / perasa, (5) kecerdasan musical, (6) kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan intrapersonal, dan (8) kecerdasan intuisi.
Dari berbagai jenis kecerdasan majemuk (multiple intelligence) tersebut yang paling memungkinkan untuk dikembangkan di lingkungan pesantren, diluar kecerdasan logika aritmetika dan linguistik yang selama ini telah dikembangkan, dalam rangka mengoptimalkan hasil pembelajaran santri serta menyiapkan pendidikan life skills dalam rangka persiapan memasuki lapangan kerja para santri adalah: (1) kecerdasan dalam hubungan intrapersonal atau kecerdasan sosial, dan (2) kecerdasan dalam hubungan interpersonal atau kecerdasan emosional.
Model pengembangan pembelajaran yang cocok diterapkan di pesantren berdasarkan kecerdasan majemuk tersebut, disamping pendekatan pembelajaran sorogan atau bandongan yang ada, adalah pendekatan pembelajaran quantum (Quantum Learning and Quantum Teaching) yang dikemukakan oleh De Porter (1998 dan 1999).

---oo0oo---

Apa Quantum Learning ?

a. Pengertian dan karakteristik
Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang diciptakan oleh Bobbi De Porter bersama Eric Jensen dan Greg Simmons berdasarkan pengalaman belajar mereka pada Sekolah Bisnis Burkyn, yaitu sekolah bisnis yang berorientasi pada kekuatan tubuh, kekayaan jiwa dan sekaligus mendidik. Pada tahun 1981 (De Porter, et. Al., 1992) De Porter dan kawan-kawan memulai mengembangkan “Quantum Learning” tersebut dengan mendirikan “Super Camp” untuk pertama kalinya. “Super Camp” tersebut didirikan didaerah Kirkwood Meadows, California -sebuah daerah pegu-nungan yang indah di dekat danau Tahoe. Orientasi pendidikan De Porter pada Super Camp-nya tersebut adalah mengkombinasikan sistem pembe-lajaran pada tiga unsur: (1) penumbuhan rasa percaya diri, (2) keterampilan belajar, dan (3) keterampilan berkomonikasi dalam suatu lingkungan yang menyenangkan.
Istilah “Quantum” memuliki arti: sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya; sedangkan “Learning” berarti belajar berinteraksi dengan lingkungan dan pengetahuan baru untuk mengubah prilaku seseorang. Dengan demikian “Quantum Learning” dapat diartikan sebagai upaya interaktif yang bertujuan untuk mengubah bermacam-macam energi yang ada didalam dan di sekitar seseorang sehingga dapat terjadi peristiwa belajar, dapat terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang ke arah prilaku yang lebih baik, dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kegelapan menjadi cahaya yang terang benderang. Interaksi-interaksi tersebut kemudian dapat mengubah kemampuan dari bakat alamiah seseorang menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Bila dikaji lebih jauh, Quantum Learning sebenarnya berakar dari upaya Dr. George Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “ suggestology” atau “suggetopadia” (De Poter, et.al., 1992). Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar dan setiap detail apapun mem-berikan sugesti positif ataupun negatif. Oleh karena itu, sugesti positif harus diupayakan oleh guru/dosen dalam proses pembelajaran yang berlangsung agar dapat memberikan dampak positif terhadap hasil pembelajaran.  Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif antara lain : mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar didalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menonjolkan guru/dosen yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
b. Filosofi utama
Filosofi utama Quantum Learning adalah “semua jalan menuju keberhasilan”. Oleh karena itu De Porter, et.al., (1992) merancang kurikulum pembelajaran di Super Camp-nya dengan mengkombinasikan tiga unsur secara hamonis, yaitu: Prestasi akademik, Prestasi fisik (tantangan-tantangan fisik) dan keterampilan dalam hidup.
Tantangan fisik digunakan sebagai metafora untuk mempelajari tero-bosan-terobosan belajar –pergeseran paradigma yang mengubah pemahaman tentang belajar. Namun yang perlu dicatat, bahwa tantangan-tantangan fisik tersebut harus dilakukan secara aman dan nyaman. Salah satu tantangan fisik misalnya dalam hal tali-temali, memanjat, meloncat, kekuatan berjalan. Semuanya itu diupayakan berhasil sehingga menjadi kebanggaan bagi siswa / mahasiswa. Selanjutnya kebanggaan atas keberhasilan tersebut segera ditransformasikan didalam kelas, dimana mereka merasa bahwa mereka pun akan berhasil. Semua kegiatan fisik tersebut dimaksudkan untuk memecahkan mitos “aku tak bisa” yang membuat orang mundur dalam kegiatannya.
Quantum learning juga meyakini, bahwa kehidupan pribadi yang harmonis juga berkaitan erat dengan keberhasilan (keterampilan akademik) disekolah, komunikasi dan karir, Para siswa/mahasiswa mencapai keharmonisan ini dengan keterampilan berkomunikasi secara efektif, mendapatkan integritas pribadi dan menciptakan hubungan yang bermanfaat. Kombinasi dari ketiga unsur tersebut (keterampilan akademik, tantangan fisik, dan keterampilan dalam hidup) merupakan kombinasi yang menghasilkan perbedaan besar dalam kehidupan seseorang. Quantum learning telah membuktikan bahwwa ia merupakan seperangkat metode dan falsafah yang efektif di sekolah dan bisnis bekerja untuk semua tipe orang dan semua usia.
Tujuan akhir quantum learning adalah membantu siswa / mahasiswa agar responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (De Porter, et.al., 1992). Realitas masa kini tak cukup hanya dihadapi dengan kecerdasan akal saja. Potensi-potensi lain yang telah dimiliki manusia juga perlu dimunculkan. Potensi-potensi tersebut misalnya adalah emosi, relasi sosial dan ketahanan fisik. Membaca dan menulis memiliki nilai amat penting bagi peningkatan kemampuan diri.


---oo0oo---




Apa Quantum Teaching ?

Quantum teaching berasal dari gabungan kata “Quantum” dan “teaching”. Kata quantum memiliki makna sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi vahaya; sedangkan teaching berarti mengajar atau membelajarkan, yang berarti interaksi yang terjadi antara guru / dosen dengan siswa / mahasiswa dalam rangka membelajarkan siswa / mahasiswa. Dengan demikian istilah “quantum teaching” dapat diartikan sebagai pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan disekitar momen atau peristiwa belajar (Sulthon, 2002b). Interaksi- interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi keberhasilan siswa / mahasiswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa / mahasiwa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Quantum teaching ini merupakan upaya penerapan quantum learning didalam kelas (Sulthon, 200b).
a. Azaz utama
Azaz utama yang menjadi pegangan “quantum teaching” adalah: “ bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita kedunia mereka”. Kedua azaz pokok tersebut menjiwai setiap aktivitas pembelajaran dengan metode “quantum teaching”, yaitu pada setiap interaksi dengan siswa / mahasiswa, setiap merancang kurikulum, dan setiap memilih metode instruksional, maupun aktivitas lainnya. Semuanya dibangun atas dua azaz diatas.
Kegiatan pembelajaran dengan metode “quantum teaching” harus dimulai dengan memasuki dunia anak terlebih dahulu, karena hal ini akan memberikan “ijin” kepada kita untuk memimpin anak, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Caranya adalah dengan mengaitkan apa yang kita ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran-pikiran atau perasaan yang diperolehdari kehidupan rumah, sosial, olah raga, musik, rekreasi, dan sebagainya. Setelah kaitan itu terbentuk kita dapat membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman kita mengenai isi dunia ini. Disinilah kosa kata baru, pengetahuan baru, rumus-rumus dan sebagainya diberikan.
b. Prinsip-prinsip
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode “Quantum Teaching”, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut menurut De Porter et.al.,(1999) mencakup beberapa hal.
1. Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh kita, dari kertas yang ingin kita bagikan hingga rancangan pembelajaran kita, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam penggubahan kita, dalam aktifitas kita, dalam interaksi pembelajaran yang kita lakukan dan sebagainya memiliki tujuan.
3. Pengalaman sebelum pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa/mahasiswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yan mereka pelajari.
4. Akui setiap usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa/mahasiswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. Jika layak dipelajaru, maka layak pula dirayakan
Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Model Quantum Teaching

Model “quantum teaching” menurut De Porter,et.al, (1999) hampir sama dengan model sebuah simfoni. Jika kita menonton sebuah simfoni, ada banyak unsur yang menjadi pengalaman musik kita. Namum dari banyak unsur tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: konteks dan isi (context and content). Demikian juga dalam pembelajaran dengan metode “quantum teaching”, peristiwapembelajara terjadi pada dua unsur, yaitu konteks dan isi (Sulthon, 2002b).
Konteks merupakan latar untuk pengalaman kita. Konteks merupakan keakraban ruang terjadinya peristiwa pembelajaran (lingkungan), semangat guru / dosen sebagai konduktor peristiwa pembelajaran yang berlangsung, dan para pelaku pembelajaran (suasana), keseimbangan peran antara pelaku pembelajaran dalam bekerjasama untuk tugas pembelajaran (landasan), dan interpretasi perancang yang tercermin dalam perancangan pembelajaran (rancangan). Unsur-unsur ini berpadu dan kemudian menciptakan pengalaman pembelajaran yang utuh dan menyeluruh.
Unsur lain adalah isi. Isi berbeda dengan konteks, namun sama pentingnya dengan konteks. Isi pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan isi pembelajaran adalah penyajiannya. Isi juga mencakup fasilitas ahli (profesionalitas guru/dosen), pemanfaatan bakat setiap pelaku pembelajaran serta potensi setiap bahan atau materi pembelajaran yang ada. Keajaiban pengalaman menjadi terbuka karena konteksnya tepat dan membuat suasana belajar menjadi hidup. Saat kita bisa menggubah kesuksesan siswa/mahasiswa, unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik: suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian dan fasilitas.

Model Quantum teaching dalam praktek

a. Mengoptimalkan keberhasilan melalui konteks
Konteks menjadi bagian penting dalam pembelajaran dengan menggu-nakan metode “quantum teaching”. Yang perlu diperhatikan dalam menata konteks ini adalah: segala sesuatu diruang kelas kita “berbicara”. Setiap detail menggambarkan sesuatu tentang diri kita dan sikap kita terhadap belajar dan mengajar. Lingkungan kelas kita bertaburan isyarat , dan secara sadar atau tidak siswa/mahasiswa mengikuti isyarat-isyarat tersebut. Semua isyarat tersebut mewarnai pengharapan siswa/mahasiswa dan pada akhirnya seluruh pengalaman belajar mereka. Oleh karena itu kita wajib mendengarkan apa yang dikatakan oleh ruang kelas kita tentang belajar dan kemudian kita manfaatkan. Konteks menata panggung (ruang) belajar mencakup empat aspek: (1) suasana, (2) landasan, (3) lingkungan dan (4) perancangan.
Yang termasuk dalam suasana tersebut adalah; bahasa yang dia pilih,cara menjalin rasa simpati dengan siswa/mahasiswa, dan sikap kita terhadap sekolah serta belajar. Hasil [enelitian Walberg dan Greenberg (1997) menunjukkan, lingkungan sosial atau atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Hal-hal penting yang dapat dijadikan sebagai kunci untuk membangun suasana kelas yang bagus adalah : (1) kekuatan terpendam-minat, (2) jalinan rasa simpati dan saling pengertian, (3) keriangan dan ketakjuban (resiko + kegembiraan = keriangan), (4) pengambilan resiko, (5) rasa saling memiliki, dan (6) keteladanan.
Agar kegiatan pembelajaran berhasil dengan baik, aspek kedua dalam merancang konteks yang perlu diperhatikan adalah membangun landasan yang kokoh dalam belajar. Kita perlu menciptakan suasana agar semua orang yang terlibat dalam belajar di kelas kita mengetahui apa tugas dan bagaimana melakukan tugas masing-masing dalam belajar. Landasan yang kokoh ini dapat melahirkan norma belajar yang kokoh pula. Meskipun aspek-aspek setiap landasan tersebut bersifat unik dan individual sebagaimana uniknya setiap sekolah dan kelas, namun unsur-unsur dasarnya tetap sama, yaitu (1) adanya tujuan yang sama, yaitu: para siswa/mahasiswa mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran. (2) adanya prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sama. Jika siswa/mahasiswa merasa aman, mereka akan lebih berani mengambil resiko dan lebih banyak belajar. (3) adanya keyakinan kuat mengenai belajar dan mengajar, artinya yakinlah dengan kemampuan anda mengajar dan kemampuan siswa/mahasiswa anda belajar, maka akan terjadi hal-hal yang menakjubkan, dan (4) adanya kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan yang jelas. Hal ini diperlukan sebagai stabilisator proses pembelajaran, dan (5) menjaga komunitas tetap berjalan (dan tumbuh). Hal ini memerlukan sikap konsistensi guru/dosen. Guru/dosen harus taat pada komitmen, perencanaan, dan tujuan yang dibuat. Caranya adalah dengan memperlakukan siswa/mahasiswa sebagai mitra, dan memberikan gambaran masa depan.
Khusus mengenai prinsip-prinsip belajar, dalam “Quantum teaching” digunakan satu set prinsip yang disebut 8 kunci keunggulan, yaitu: (1) adanya integritas (kejujuran), (2) kegagalan adalah awal kesuksesan, (3) bicaralah dengan niat baik, (4) kita hidup disaat ini, (5) penuhi janji dan kewajiban (adanya komitmen), (6) adanya tanggung jawab, (7) bersikap terbuka terhadap perubahan (sikap luwes), dan (8) jaga keseimbangan pikiran, tubuh dan jiwa (keseimbangan).
Upaya menciptakan lingkungan yang mendukung peristiwa pembelajaran juga memiliki makna penting dalam “quantum teaching”. Hal yang harus diingat dalam penataan lingkungan adalah kata kunci”segalanya berbicara”.ingat: otak senantiasa dibanjiri stimulus, dan otak memilih focus tertentu saat demi saat. Menurut Lozanov (dalam DePorter,et.al., 1999), meskipun secara sadar memperhatikan masukan satu-satu, otak mampu secara tak sadar memperhatikan banyak hal dari banyak sember sekaligus.
Penataan lingkungan yang membantu tersebut antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
1). Penataan lingkungan sekeliling
Ciptakan pandangan sekeliling yang mendukung peristiwa pembelajaran yang dilakukan. Pandangan sekeliling dapat membantu daya ingat siswa/mahasiswa .penciptaan lingkungan yang mendukung tersebut dapat dilakukan dengan cara: memasang poster ikon (symbol) konsep-konsep tertentu; poster afirmasi atau poster yang dapat membangkitkan motivasi, seperti poster “aku mampu mempelajarinya”, “aku menjadi semakin pintar dengan setiap tantangan baru” dan sebagainya.
2).Penataan alat Bantu
Alat bantu merupakan benda yang dapat mewakili sesuatu ide, gagasan, konsep atau kejadiandan kenyataan. Bahkan tidak hanya membantu pembelajaran visual, tetapi dapat juga membantu modalitas kinestetik. Siswa/mahasiswa yang sangat kinestetik dapat memegang alat bantu dan mendapatkan “rasa” yang lebih baik dari pada penjelasan kita.
3). Pengaturan bangku
Cara kita mengatur bangku memainkan peranan penting dalam penyelenggaraan pembelajaran. Di sebagian besar ruang kelas, bangku siswa/mahasiswa dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar bagi pelajaran apapun yang diberikan. Kita bebas menyuruh siswa/mahasiswa mengatur ulang bangku mereka untuk memudahkan jenis interaksi yang diperlukan. Yang perlu diperhatikan dalam penataan bangku ini adalah adanya fleksibilitas dalam penataan bangku.
4). Tumbuhan, aroma (wangi), hewan piaraan, dan unsur organik lainnya
Warna-warna daun tumbuhan, aroma wewangian, gerak-gerik hewan piaraan yang lucu serta warna-warninya hiasan dinding, semuanya dapat merangsang kerja otak secara baik serta membuat keriangan dalam bekerja untuk menyelesaikan tugas saat itu.
5). Musik
Latar musik dikelas juga menjadi bagian penting dalam belajar dengan menggunakan metode “quantum teaching”. Musik dapat berpengaruh pada guru/dosen dan siswa/mahasiswa. Bagi seorang guru/dosen, musik dapat digunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa/mahasiswa, dan mendukung lingkungan belajar. Sedangkan bagi siswa/mahasiswa, musik dapat membantu bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik juga dapat merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa belajar lebih mudah dan cepat jika siswa/mahasiswa berada dalam kondisi santai dan reseptif (Schuter dan Critton, 1986).
Adapun untuk menyusun rancangan belajar yang dinamis dalam quantum teaching, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , yaitu perancangan harus dilakukan dengan dasar sebagai berikut:
1). Dari dunia mereka ke dunia kita
Azaz utama quantum teaching terletak pada kemampuan kita untuk menjembatani antara dunia kita dan dunia mereka. Hal demikian itu akan memudahkan bagi kita untuk membangun jalinan, menyelesaikan bahan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat, dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan.
2). Modalitas V-A-K (Visual – Auditorial – Kinestetik)
Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas – visual, anditorial dan kinestetik- hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar (Grinder dan Bandler, 1981). Padahal ketiganya sebenarnya dibutuhkan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi.
-          Modalitas visual dibutuhkan untuk mengakses citra visual, yang diciptakan, maupun diingat, seperti warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar menonjol.
-          Modalitas auditorial dibutuhkan untuk mengakses segala jenis bunyi dan kata  –diciptakan maupun diingat, seperti musik, nada, irama, ritme, dialog internal, dan suara menonjol
-          Modalitas kinestetik dibutuhkan untuk mengakses segala jenis gerak dan emosi –diciptakan maupun diingat, seperti gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional, dan kenyamanan fisik menonjol.
Kecenderungan modalitas yang unik ada pada setiap orang, termasuk kita. Namun Karen siswa/mahasiswa memiliki berbagai kecenderungan dari ketiga modalitas tersebut, maka perancangan pembelajaran harus dapat memenuhi ketiganya secara berimbang.
3). Model kesuksesan dari sudut pandang perancang
Perancang pembelajaran harus punya keyakinan akan sukses. Gagasan apapun yang kita ajukan dalam perancangan pengajaran, kita selalu mempersiapkan siswa/mahasiswa untuk sesuatu. Mungkin kita sengaja melakukannya, tetapi mungkin juga tidak, tetapi perancangan pelajaran selalu mempersiapkan pembelajaran, resiko, kesuksesan, atau kegagalan yang dihasilkan. Ada dua fator utama yang dapat membantu menentukan kesuksesan siswa/mahasiswa setiap saat, yaitu: kesulitan pelajaran dan derajat resiko pribadi
4). Kerangka perancangan quantum teaching
Kerangka perancangan scenario pembelajaran quantum teaching mengikuti urutan  yang tercakup dalam singkatan”TANDUR”, yang berarti: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan.
5). Orientasi pada kecerdasan berganda
Quantum Teaching mengakui adanya kecerdasan berganda, yang tidak hanya mengacu pada IQ saja, melainkan menganggap bahwa kecerdasan adalah suatu kesinambungan yang dapat dikembangkan seumur hidup. Pertanyaan tentang kecerdasan akhirnya beralih dari “SECERDAS APA ANDA?” menjadi “BAGAIMANAKAH ANDA CERDAS”.
6). Penggunaan perumpamaan, metefora dan sugesti
Penggunaan perumpamaan, metafora dan sugesti melalui ceritera-ceritera atau perumpamaan –seperti kelas ini bagaikan tepian sungai yang penuh dengan batu-batu berserakan yang mungkin akan menjadi permata juka kalian mengambilnya, dan penggunaan sugesti melalui benda-benda atau kata-kata tertentu dalam pembelajaran dapat menambatkan asosiasi positif terhadap belajar dan menarik semua modalitas belajar siswa/mahasiswa.
b. Mengoptimalkan keberhasilan melalui isi (Content)
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa quantum teaching isi dan konteksnya sama-sama penting. Kurikulum yang kita ikuti diibaratkan seperti lembaran musik dalam simfoni, adalah komponen structural untuk isi. Isi tersebut mencakup: (1) presentasi, (2) fasilitasi, (3) keterampilan belajar, dan (4) keterampilan hidup.
1). Mendesain presentasi yang prima
Guru/dosen merupakan faktor berarti dan berpengaruh dalam kesuksesan siswa/mahasiswa. Menurut Lozanov (DePorter,et.al.,1999), tindakan paling tepat yang dilakukan guru/dosen adalah memberikan teladan tentang makna menjadi pelajar. Guru/dosen harus dapat menjadi presenter yang baik. Untuk itu, ada 7 pedoman untuk presentasi yang sukses. Pedoman tersebut meliputi:
-          Pahamilah yang anda inginkan. Maksudnya, kita harus memahami secara spesifik apa yang kita inginkan terjadi dalam setiap bagian proses belajar. Pemahaman tersebut mencakup: tujuan kognitif, afektif, dan fisik / psikomotorik.
-          Binalah jalinan. Maksudnya kita harus mengenali siswa/mahasiswa lebih jauh mengenai: latar belakang, minat, keberhasilan dan kegagalan mereka dimasa lalu. Ini akan membangun kredibilitas kita, dan menyediakan jembatan kedunia mereka.
-          Bacalah mereka. Maksudnya kita harus mewaspadai tanda-tanda dalam prilaku, sikap dan bahasa yang memberikan informasi mengenai keadaan siswa/mahasiswa yang sekarang. Kita hendaknya meminta umpan balik mengenai pembelajaran yang kita lakukan, agar dapat melakukan penyesuaian pelajaran dengan kebutuhan mereka.
-          Targetkanlah keadaan mereka. Semua pembelajaran yang kita lakukan bergantung pada keadaan. Oleh karena itu, kita hendaknya menyiapkan keadaan siswa/mahasiswa untuk mencapai sukses.
-          Capailah modalitas mereka. Dalam proses pembelajaran kita harus melibatkan modalitas visual, auditif dan kinestetik siswa/mahasiswa agar presentasi kita menjadi lebih efektif.
-          Manfaatkan ruangan. Seluruh ruangan adalah panggung. Kita harus memanfaatkan berbagai tempat sebagai tambatan presentasi.
-          Bersikaplah tulus. Kita hendaknya menyampaikan pesan secara terbuka, jujur dan adil, baik secara tertulis maupun lisan.
2). Mendesain fasilitasi yang elegan
Tugas guru/dosen lainnya selain presentasi adalah memfasilitasi (mempermudah) kesiapan dan kemampuan siswa/mahasiswa dalam belajar. Untuk dapat melakukan hal tersebut ada 6 pedoman yang perlu difahami, yaitu:
-          Menggunakan prinsip KEG (Know-it atau ketahui hasilnya , Explain- it atau jelaskan hasilnya, dan Get-it atau dapatkan hasilnya).
-          Model kesuksesan dari sudut pandang fasilitator. Maksudnya adalah, fasilitator harus memiliki program untuk kesuksesan belajar siswa/mahasiswa dengan kriteria yang jelas.
-          Membaca pendengar kita.
-          Mempengaruhi prilaku melalui tindakan.
-          Menciptakan strategi berfikir.
-          Tanya jawab belajar.


3). Mendesain ketrampilan belajar
Ketrampilan belajar dicapai dengan cara-cara sebagai berikut:
-          Sekolah mengajarkan 5 ketrampilan yang merangsang belajar, yaitu: (1) konsentrasi terfokus, (2) cara mencatat, (3) organisasi dan persiapan tes, (4) membaca cepat, dan (5) teknik mengingat.
-          Memanfaatkan gaya belajar. Ada 3 macam, yaitu: visual, auditif dan kinestetik.
-          Keadaan prima untuk belajar. Saat paling baik untuk belajar adalah ketikan kita memfokuskan pada suatu masalah satu persatu. Tetapi yang sering terjadi justru kita memikirkan beberapa masalah sekaligus.
-          Mengorganisasi informasi. Sebagai seorang guru/dosen salah satu hal terbaik adalah memberikan kepada mereka alat organisasi informasi, seperti Peta Pikiran, Catatan dan sebagainya.
-          Memunculkan si Jenius Kreatif. Caranya dengan mengajarkan membaca cepat kepada siswa/mahasiswa melalui lima langkah, yaitu: (1) menjadikan siswa/mahasiswa selalu ingin tahu, (2) memasuki keadaan konsentrasi yang terpusat, (3) super  scan, (4) membaca, dan (5) mengulang.
4). Mendesain ketrampilan hidup
-          Memberdakan siswa/mahasiswa untuk hidup diatas garis; yaitu hidup yang lebih bertanggung jawab atas pilihan tindakan yang dilakukan.
-          Berkomunikasi yang jernih, jelas; suatu komunikasi yang tidak tampak, dibuat menjadi tampak jelas.
-          Membina hubungan dengan pertalian (affinity). Kegiatan ini membuka pintu ke arah pengakuan yang akan meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Pertalian bisa terjadi, baik antara siswa – siswa, guru – siswa, maupun guru – guru.

“Quantum Learning”, “Quantum Teaching” dan teori Belajar

Lahirnya “Quantum Learning” dan “Quantum Teaching” sebagai strategi pembelajaran alternatif menjadi hal menarik dalam dunia pendidikan. Strategi pembelajaran tersebut dapat mengubah paradigma pembelajaran yang secara tradisional sudah lama dilaksanakan, yaitu dari pembelajaran yang bersifat “teacher oriented” menjadi “student oriented”, dari pembelajaran yang kaku-ketat, menjadi fleksibel-bebas, dari pembelajaran yang “subject matter oriented” menjadi pembelajaran “life skill oriented”, dari pembelajaran yang condong kearah “cognitive” menjadi pembelajaran yang “affective”.
Dilihat  dari praktek pembelajaran tersebut, “quantum  learning” dan “quantum teaching” menunjukkan perubahan paradigma yang besar dalam praktek pembelajaran. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah: apakah lahirnya “quantum learning” dan “quantum teaching” tersebut mengubah teori belajar atau paling tidak menambah teori belajar yang sudah ada ?. Ternyata, apabila ditelusuri lebih jauh, kehadiran “quantum learning” dan quantum teaching” baru berada pada tataran praktek, belum sampai pada pengobahan atau kelahiran teori baru dalam belajar (Masyhud, 2002b).
Pada tataran teori, praktek pembelajaran “quantum learning” dan “quantum teaching” dapat ditelusuri dasarnya pada teori belajar yang telah ada, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua teori, yaitu teori pembelajaran behavioristik, dan teori belajar konstruktivistik. “Quantum learning” dan “quantum teaching” menggabungkan kedua macam teori belajar yang telah ada secara “eclective”.
Bila dikaji lebih mendalam tentang makna “quantum learning” yang berarti mengubah interaksi-interaksi yang ada didalam tubuh manusia dan yang ada di lingkungannya menjadi sesuatu yang bermanfaat  baik bagi dirinya, maupun bagi orang lain, maka hal itu termasuk dalam kategori teori belajar behavioristik. Demikian pula filosofi dasar “quantum learning”, yaitu “semua jalan menuju keberhasilan” dan keberhasilan pembelajarannya mengandalkan pada pengkombinasian tiga unsur secara  harmonis, yaitu: prestasi akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup, hal itu mengisyaratkan adanya keyakinan bahwa kemahiran, performansi menjadi kunci keberhasilan. Hal ini berarti selaras dengan teori pembelajaran behavioristik. Disamping itu penekanan pada keseimbangan ketiga unsur yang ada dalam diri manusia, yang meliputi prestasi akademis, prestasi fisik, dan keterampilan dalam hidup tersebut menunjukkan selaras dengan teori belajar kognitif yang menjadi bagian dari teori belajar konstruktivistik.
“Quantum learning” juga mengadopsi teori belajar humanistik, termasuk kategori konstruktivistik. Hal itu bila dilihat dari tujuan akhir “ quantum learning”, yaitu membantu siswa agar responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas, dimana realitas masa kini tak cukup hanya dihadapi dengan kecerdasan aal saja melainkan harus dengan cara  melibatkan seluruh potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut misalnya adalah emosi dan relasi sosial serta ketahanan fisik. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip teori belajar humanistic yang menyatakan bahwa belajar akan lebih berarti bila berpusat pada kepentingan atau tantangan siswa dan dilakukan lewat pengalaman sendiri, dan hasil belajar tersebut akan tahan lama bila melibatkan seluruh aspek pribadi seseorang (Masyhud, 2002d) .
Selanjutnya, apabila diperhatikan azaz utama “quantum teaching “ yang menyatakan: bawalah dunia mereka  ke dunia kita dan antarkan dunia kita kedunia mereka, maka hal itu bisa diteropong dari teori belajar humanistik. Salah satu prinsip teori tersebut menyatakan, pembelajaran akan berarti bila berpusat pada kepentingan siswa dan dilakukan lewat pengalaman sendiri (Masyhud, 2002d). Upaya membawa dunia mereka kedunia kita dan mengantarkan dunia kita kedunia mereka adalah dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada kepentingan anak.
Apabila kelima prinsip pembelajaran “quantum teaching”  dikaitkan dengan teori belajar yang telah ada, maka dapat dikemukakan analisis sebagai berikut. Prinsip pertama, segalanya berbicara adalah mengacu pada pentingnya pengaruh lingkungan dalam belajar, dan hal itu sejalan dengan teori pembelajaran behavioristik yang mementingkan pengaruh lingkungan. Lebih khusus lagi hal itu sesuai dengan teori pembelajaran “conditional reflex” yang menyatakan, tingkah laku tertentu dapat dibentuk/ditimbulkan dengan pengaturan dan manipulasi lingkungan. Prinsip kedua, segalanya bertujuan adalah sejalan dengan teori pembelajaran kognitif, yang memberikan penekanan pembalajaran pada suatu perbuatan yang mengandung pengertian dan maksud yang penuh. Prinsip ketiga,  pengelaman sebelum pemberian nama hal itu sesuai dengan teori pembelajaran humanistik yang menekankan pada pengalaman pribadi. Dalam hal ini pembelajaran akan lebih berhasil apabila siswa telah mengalami informasi, mengalami sendiri sebelum memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Prinsip keempat, akui setiap usaha, prinsip tersebut sejalan dengan teori pembelajaran humanistik, khususnya prinsip yang mementingkan persepsi subyektif yang dimiliki setiap individu. Hal demikian juga dapat menyebabkan proses pembelajaran dapat terjadi dalam suasana bebas, tidak takut salah,  dan menimbulkan rasa percaya diri pada siswa seperti yang ditegaskan oleh teori pembelajaran humanistik. Prinsip kelima, jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Prinsip kelima ini diadopsi dari teori pembelajaran behavioristik, khususnya teori “operant conditioning”, yang mementingkan adanya respons instrumental (operant response) yang diikuti dengan rangsang penguat (reinforcing stimuli) untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran (Masyhud, 2002d).
Khusus dalam perencanaan pembelajaran, “Quantum Teaching” mengikuti skenario dengan urutan sebagaimana akronim “TANDUR”, berarti: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan , Ulangi dan Rayakan. Keenam patokan tersebut apabila dikaji dari teori belajar yang ada, dapat dijelaskan sebagai berikut. Tumbuhkan, patokan pertama ini berorientasi pada teori belajar humanistik. Alami, patokan ini juga didasarkan pada teori belajar humanistik. Namai, patokan ketiga ini berdasarkan pada teori belajar kognitif. Demonstrasikan, patokan ini didasarkan pada teori belajar behavioristik. Ulangi, pedoman ini mengacu pada teori belajar behavioristik, lebih khusus teori koneksionisme, dan lebih khusus lagi pada hokum belajar “the low of exercise”.  Rayakan, patokan perencanaan pembelajaran keenam ini sejalan dengan teori belajar behavioristik, khususnya teori ”operant conditioning”.
Apabila diperhatikan, praktek pembelajaran dengan metode “quantum teaching” dan “quantum learning” secara umum dapat dikatakan, mendasarkan pada perpaduan antara teori belajar behavioristik dan konstruktivistik, bersifat “eclective”. Namun, bila diperhatikan secara lebih teliti, pengadopsian teori belajar behavioristik lebih dominan dalam praktek pembelajarannya dari pada teori konstruktivistik.

---oo0oo---
Daftar Pustaka


Moh. Najid (ed). Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup, Surabaya: Kerjasama SIC dan LPM Unesa. 2003
Gardner, H. The Diciplined Mind: What All Student Should Understand. New York: Simos & Schuster, Inc. 1998
De Porter, Bobbi & Mike Hernaki, Quantum Learning: Unleasing The Genious In You. New York: Dell Publishing. 1992
De Porter, Bobbi; Mark Reardon & Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching: Orchestrating Student Succes. Boston: Allyn and Bacon. 1999
Masyhud, H. M. Sulthon, Quantum Teaching dan Quantum Learning Sebagai Alternatif dalam Strategi Pembelajaran Untuk Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran di SMU.  Makalah disajikan dalam acara diolog dan belajar bersama nara sumber, di SMUN Ambulu Jember, pada tanggal 25 Pebruari 2002 (b)
Walberg, Herbert & Greenberg, Rebecca, Using Learning Environment Inventory, Dalam Jurnal: Educational Leadership. No. 54 Vol, 8 (Mei 1997), pp 45-46. 1997
Schuster, D.H. & Critton, C.E., Suggestive Accelerative Learning Techniques, New York: Gordon and Briach Science Publisher.1986
Grinder, John & Bandler, Richard, Trance-formations, Moab, Utah: Real People Press. 1981
Masyhud, H. M. Sulthon, Teori Belajar dan Asal Muasalnya; Handout Matakuliah Teori Belajar dan Mengajar untuk Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) TEP Universitas Adibuwana Surabaya. 2002 (d).


---oo0oo---

TULISAN INI DISALIN DARI BUKU
"Quantum Learning Quantum Teaching
Gaya Baru dalam Belajar Mengajar "
Penulis
Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M. Pd
Drs. Moh. Khusnuridlo, M.Pd

"HANYALAH SANDIWARA" (catatan panjang dari sebuah konklusi yang hilang)

Disadari atau tidak, kita adalah pemain sandiwara didunia fana ini. Setiap kita memerankan diri kita sesuai dengan skenario / cerita yang...